A.
Pengertian
keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia.
Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang
terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua
orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran
yang telah ditetapkan, maka masing-masing orang harus memperoleh benda atau
hasil yang sama. kalau tidak sama, maka masing-masing orang akan menerima
bagian yang tidak sama, sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut
berarti ketidak adilan.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga
yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya
dikendalikan oleh akal.
Lain
lagi pendapat Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan.
Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa
pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan balk. Mengapa diproyeksikan
pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan
dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat lain : Keadilan terjadi apabila anak sebagai anak,
bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing-masing telah
melaksanakan kewajibannya. Pendapat ini terbatas pada nilai-nilai tertentu yang
sudah diyakini atau disepakati.
Namun, menurut pendapat
yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang
seimbang antara hak dan kewajiban. Keadilan terletak pada keharmonisan menuntut
hak dan menjalankan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan
bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang
memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
B.
Keadilan sosial
Keadilan
sosial adalah sebuah konsep yang membuat para filsuf terkagum-kagum sejak Plato
membantah filsuf muda, Thrasymachus, karena ia menyatakan bahwa keadilan adalah
apa pun yang ditentukan oleh si terkuat. Dalam Republik, Plato meresmikan
alasan bahwa sebuah negara ideal akan bersandar pada empat sifat baik: kebijakan,
keberanian, pantangan (atau keprihatinan), dan keadilan.
Penambahan kata sosial adalah untuk membedakan keadilan sosial dengan konsep
keadilan dalam hukum. Keadilan sosial juga merupakan salah satu butir dalam
Pancasila.
Panitia
ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan
sebagai berikut :
“
Sila keadilan social mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan
mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan
kebudayaan “.
Dalam
ketetapan MPR RI No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan
pancasila (ekaprasetia pancakarsa) dicantumkan ketentuan sebagai berikut :
Dengan
sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia manusia Indonesia menyadari
hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan
masyarakat Indonesia.
C.
Bermacam
keadilan
− Keadilan Legal
atau Keadilan Moral
Plato
berpendapat bahwa keadilan clan hukum merupakan substansi rohani umum dan
masyarakat yang membuat clan menjaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang
adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling
cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat Plato itu disebut keadilan
moral, sedangkan, Sunoto menyebutnya keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuaian untuk memberi tempat yang
selaras kepada bagian-bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud
dalam masyarakt bilamana setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara
balk
menurut
kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara
kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak
mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidakadilan
terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan
tugas-tugas yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan
ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan
pendidikan, atau seorang petugas pertanian mencampuri urusan petugas kehutanan.
Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
−
Keadilan Distributif
Aristoles
berpendapat bahwa keadilan akan terlaksana bilamana hal-hal yang sama
diperlakukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama secara tidak sama (justice
is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun
dan Budi bekerja 5 tahun. Pada waktu diberikan hadiah harus dibedakan antara
Ali dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata All
menerima Rp.100.000,- maka Budi harus menerima. Rp 50.000. Akan tetapi bila besar
hadian Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil.
−
Keadilan Komutatif
Keadilan
ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi
Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asas pertalian dan ketertiban
dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan
ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam
masyarakat.
Contoh
:
dr. Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya. Sebagai seorang dokter
is manjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, Yanti menanggapi lebih baik
lagi. Alcibatnya, hubungan mereka berubah dan dokter dan pasien menjadi dua
insan lain jenis yang saling mencintai. Bila dr. Sukartono belum berkeluarga
mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi, karena
dr.Sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga,
bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr.Sukartono melalaikan
kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr.Sukartono.
D.
Kejujuran
Kejujuran
atau jujur adalah kata yang digunakan untuk menyatakan sikap seseorang. Bila
seseorang berhadapan dengan suatu atau fenomena maka seseorang itu akan
memperoleh gambaran tentang sesuatu atau fenomena tersebut. Bila seseorang itu
menceritakan informasi tentang gambaran tersebut kepada orang lain tanpa ada
“perobahan” (sesuai dengan realitasnya ) maka sikap yang seperti itulah yang
disebut dengan jujur.
E.
Kecurangan
Kecurangan
artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Kecurangan
menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang
berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling
kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita.
Ditinjau
dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yaitu aspek
ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban, dan aspek teknis. Apabila keempat
aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai
dengan norma moral atau norma hukum.
1. Aspek ekonomi.
Setiap berhak hidup layak dan untuk mewujudkan hal tersebut kita sebagai mahluk
lemah, tempat salah dan dosa, sangat rentan sekali dengan hal – hal pintas
dalam merealisasikan apa yang kita inginkan dan pikirkan. Melakukan segala cara
untuk mencapai sebuah tujuan jahat tanpa melihat orang lain disekelilingnya.
2. Aspek Peradaban
dan Kebudayaan sangat mempengaruhi dari sikap dan mentalitas individu yang
terdapat didalamnya “system kebudayaan” meski terkadang halini tidak selalu
mutlak. Keadilan dan kecurangan merupakan sikap mental yang membutuhkan
keberanian dan sportifitas. Pergeseran moral saat ini memicu terjadinya
pergeseran nurani hamper pada setiapindividu didalamnya sehingga sangat sulit
sekali untuk menentukan dan bahkan menegakan keadilan.
3. Aspek Teknis.
Hal ini juga sangat dapat menentukan arah kebijakan bahkan keadilan itu
sendiri. Terkadang untuk dapat bersikapadil,kita pun mengedepankan aspek
perasaan atau kekeluargaan sehingga sangat sulit sekali untuk dilakukan. Atau
bahkan mempertahankan keadilan kita sendiri harus bersikap salah dan berkata
bohong agar tidak melukai perasaan orang lain. Dengan kata lian kita sebagai
bangsa timur yang sangat sopan dan santun.
Keadilan
dan kecurangaan atau ketidakadilan tidak akan dapat berjalan dalam waktu
bersamaan karena kedua sangat bertolak belakang dan berseberangan.
F.
Perhitungan dan
pembalasan
Pembalasan
ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan
yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku
yang seimbang. Pembalasan Frontal dengan melakukan serangan langsung seperti
kata-kata kasar bahkan perlawanan fisik. Perhitungan di muka hukum dengan
menaaati peraturan bersaing dimuka hukum antara yang dilaporkan dan pihak
pelapor.
G.
Pemulihan nama
baik
Nama
baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar
namanya tetap baik. Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Lebih – lebih
jika ia menjadi teladan bagi orang / tetangga disekitarnya adalah suatu
kebanggan batin yang tak ternilai harganya.
Penjagaan
nama baik erat hubungan nya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh
dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang
dimaksud dengan tingkah laku dan perbuatan itu, antara lain cara berbahasa,
cara bergaul, sopan santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, perbuatan –
perbuatan yang dihalalkan agama dan lain sebagainya.
Tingkah
laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai
dengan kodrat manusia, yaitu :
a)
Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral
b)
Ada aturan – aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi
manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Pada
hakekatnya, pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala
kesalahannya.
Untuk
memulihkan nama baik, manusia harus tobat atau minta maaf. Tobat dan minta maaf
tidak hanya dibibir, melainkan harus bertingkah laku yang sopan, ramah, berbuat
budi darma dengan memberikan kebajikan dan pertolongan kepada sesame hidup yang
perlu ditolong dengan penuh kasih sayang, tanpa pamrih, takwa kepada Tuhan dan
mempunyai sikap rela, tawakal, jujur, adil dan budi luhur selalu dipupuk.
Sumber
: